Senin, 11 Juli 2011

What the meaning of life...??

Pernahkah kita sejenak berpikir tentang kehidupan ini? Siapa kita? Siapa saya? Trus, untuk apa saya ada? Apa yang harus saya lakukan dalam kehidupan ini? Apa yang ngin saya lakukan hari ini, besok, tahun depan, 5 tahun lagi, 10, atau 50 tahun lagi? Apa yang ingin saya raih di masa mendatang? Pertanyaan yang mudah barangkali, cukup sederhana, namun itu harus segera dijawab sekarang, karena kalau tidak bias jadi kita akan mengalami disorientasi dalam kehidupan ini. Waktu hanya akan mengalir begitu saja tanpa kita sadari, dan ternyata waktu telah berjalan hingga kita berada dalam penghujung kehidupan, namun kita akan kebingungan saya kita bertanya dalam diri, apa yang telah saya lakukan kemarin, setahun yang lalu, 10 tahun yang lalu? Kok kondisinya jadi seperti ini? Atau pernahkah kita berkomentar dalam diri kita pada saat ini, 밯ah, kok nggak kerasa ya hari ini dah kerja di sini setahun lebih, perasaan baru kemarin saya masuk kuliah, eh hari ini dah lulus sarjana dan dah kerja lebih dari setahun lagi? atau komentar2 serupa yang berujung pada kebingungan dalam diri dan ketercengangan kita bahwa hidup ternyata berjalan begitu cepat.

Seorang teman pernah berkata bahwa saat ini ia terus-menerus mencari pengalaman kerja meski dari satu tempat kerja ke tempat yang lain hanya bebekal pengalaman bulanan saja, yang akhirnya ia ingin dapat kerja di suatu perusahaan minyak yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kampung halamannya, jadi ia akan lebih mudah untuk pulkam nentinya. Atau teman yang lain berkomentar bahwa setelah saat ini ia sudah mengambil kredit rumah, selanjutnya ia tahun depan menikah, 3 tahun lagi punya mobil, dst yang saya tangkap bahwa orientasinya berujung pada materi saja, meski itu penangkapan pribadi, namun setidaknya itulah yang dapat saya tangkap saat ini.

Seringkali kita menemui buku tentang arti sukses, tentang biografi orang sukses, atau doktrin2 tentang kehidupan yang menurut saya itu bukanlah sesuatu yang mendasar. Atau dengan kata lain doktrin tentang bagaimana menjalani hidup sengan sukses, tentu saja menurut sang penulis. Sukses kalau kita jadi pengusaha, entrpeneur, memiliki kebebasan finansial, bukan menjadi buruh, bekerja pada orang lain, tapi bekerja untuk diri sendiri, dll. Yang menurut saya hal itu kok cenderung menyamaratakan bahwa seseorang sukses itu harus seperti ini, kalau nggak seperti itu ya nggak sukses. Atau ada sebagian orang yang terus-menerus mencari jati diri katanya sampai mati barangkali. Nah, kalau kita tidak memiliki konsep dan orientasi yang jelas dalam hidup ini, bias jadi kita akan menjadi orang seperti yang pada awal saya ungkapkan di atas, lupa akan waktu dan tanpa sadar lewat begitu saja. Atau kita memaksakan diri untuk menjadi sukses seperti orang lain padahal potensi atau kecenderungan bakat kita lain dengan orang lain. Atau berkutat dengan filsafat kehidupan yang kita sendiri takkan menemukan jawabannya.

Trus bagaimana dong? Bagi saya permasalahannya nggak begitu rumit sih. As a muslim, kita sudah memiliki konsep kehidupan dari Sang Khalik, bahwa hidup adalah untuk ibadah kepada-Nya, titik. Ada dua macam ibadah yang harus dilakukan, ibadah mahdah yang sudah jelas tidak perlu diperdebatkan lagi cara dan tuntunannya, kalau maih diotak-atik bisa2 malah sesat, sebab Allah tidak memberi ruang kreativitas di sini. Ibadah mahdah inipun gak macem2 kok kalau kita nggak macem2 juga. Sedangkan ibadah yang ghairu mahdah disinilah kita diperbolehkan berkreasi sepuas-puasnya, selama tidak melanggar batasan. Kita mau jadi pengusaha, buruh, bekerja untuk orang lain atau diri sendiri, PNS, petani, tukang jual es keliling, terserah, yang penting ada orientasi untuk ibadah dan tidak ada pelanggaran syariat. Inilah menurut saya yang cocok, walaupun nantinya kalau kita bicara tentang bagaimana pemakmuran masyarakat, proses menuju kehidupan yang lebih Islami itu akan memerlukan pembicaraan yang mendalam. Namun pad tingkat individu ya menurut saya seperti itu. Sehingga yang jadi pengusaha tidak memandang sinis yang masih menjadi buruh sebagai warga berderajat lebih rendah, atau nggak sukses dalam hidup. Sebab derajat ketakwaan nggak diukur dengan kamu jadi pengusaha atau nggak, bebas secara finansial atau nggak, meskipun Rasul sendiri mengatakan bahwa 9 dari 10 pintu rizki itu ada pada wirausaha, atau Rasul dan banyak para sahabatnya adalah seorang pengusaha juga.

Bagi saya, hidup mencari ridho Allah, kalau kita sulit mengukur apakah kita sudah mendapat ridho Allah atau nggak, parameternya cukup mudah. Karena ridho-Nya itu terletak pada ridho kedua ortu kita, nah tinggal kita berbuat sebaik-baiknya agar kita mendapat ridho kedua orang tua kita di dunia ini yang saya yakin seyakin yakinnya itu bisa membawa kita kepada ridho-Nya. Selain itu, sukses bagi saya adalah bisa menjadi pemimpin keluarga saya nantinya dengan baik, klisenya itu keluarga yang sakinah mawaddah warahmah lah, bisa sebagai surga di dunia ini. Sebab tidak sedikit kita menyaksikan seseorang yang kita pandang 뱒ukses?di dunia ini namun keluarganya sendiri berantakan. Karena keluarga inilah elemen masyarakat yang paling kecil, kemakmuran dan kebahagian masyarakat, bangsa dan negara dimulai dari lingkungan keluarga ini. Tidak sedikit kita menyaksikan bahwa mereka yang korupsi, berbuat mungkar yang karena dimulai dari berantakannya keluarga mereka. So, jangan remehkan keluarga, sukses itu dimulai di sini, dan akan lebih terasa di sini. Trus bagaimana dengan kontribusi kita terhadap masyarakat? Nah inilah yang harus kita garis bawahi juga, tapi minimal kita memang jangan sampai menjadi manusia makruh, paling nggak manusia mubah lah, lebih baik lagi kalau kita menjadi manusia sunnah yang kehadirannya bemanfaat, apalagi manusia wajib yang sangat dibutuhkan keberadaannya. Paling nggak kita ada kontribusi kepada masyarakat dimana kita hidup. Intinya itu, kontribusi, sejauh kita mampu. Tapi sekali lagi, don뭪 forget tour family. Dan jangan sampai kita punya musuh, karena teman seribu tak berarti bila punya musuh 1 orang saja. Jadi, berhati-hatilah dalam bergaul, mengingat hati orang sangat sulit ditebak, terlihat tidak aa apa2, namun sesungguhnya kita telah menusuk hatinya yang paling dalam. Terkait dengan kesuksesan itu juga, saya membuka berbagai peluang untuk menemukan jati diri saya, mengali semua potensi, tidak harus seperti ini dan itu, seperti dia atau mereka. Saya akan senantiasa mencari tempat yang terbaik bagi saya untuk mengembangkan diri, meningkatkan potensi diri. Hidup tidak boleh stagnan, jangan puas dengan kemapanan. Ia harus senantiasa mengalir layaknya air, seraya mengukir bebatuan. Itu akan terus dilakukan selama ada kenikmatan dan bisa enjoy melakukannya, bukan melah menyiksa diri sendiri dengan anggapan orang yang belum tentu benar. Masukan orang lain kadang perlu untuk instrospeksi, namun kadang cuek is the best. Sesuatu akan saya lakukan selama itu tidak melanggar syariat, dan saya bisa menikmatinya, perkataan orang lain mah ya nomor ke sekian lah, buat input saja.

Itulah gunanya instrospeksi diri, agar kita senantiasa bisa meluruskan jalan hidup kita yang tak terasa sudah melenceng, mengembalikan pada track yang benar. Tidak sesuka kita sendiri. Ya Rabb yang Maha Membolakbalikkan hati, kiranya Engkau senantiasa menuntun kami agar tetap berada di jalan-Mu.

Detik-detik menjelang Ramadhan, berharap pasca Ramadhan hidup ini lebih bermakna dari sebelumnya.

0 komentar:

Time is Experience...!!

Thanks 4 ur Comment Sobat...!!

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut